Akhir-akhir ini di lini masa pemberitaan banyak diperbincangkan tentang resesi yang akan terjadi pada tahun 2023. Hal ini karena Bank Dunia mengungkapkan akan ada resesi global yang melanda di tahun 2023.
Bank Dunia menyebut penyebab resesi 2023 adalah keadaan bank-bank sentral di dunia menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi. Inflasi adalah proses meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus.
Beragam pemicu inflasi ini terjadi seperti pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina yang hingga kini belum selesai, dan menyebabkan krisis pasokan komoditas di berbagai negara khususnya pasokan energi dari Rusia ke Eropa.
Resesi sebenarnya suatu hal yang biasa terjadi dalam siklus ekonomi, tetapi pelaku pasar melihat seberapa parah dampak yang ditimbulkan. Apalagi beberapa pakar menyebut resesi 2023 akan menjadi jenis resesi terburuk yang pernah terjadi.
Meski tidak ada literatur mengenai jenis-jenis resesi, ada beberapa tipe-tipe resesi yang dikutip dari CNBC Indonesia.
Jenis-jenis Resesi Ekonomi
1. Boom and bust recession
Resesi jenis ini terjadi ketika suatu negara mengalami economic boom, dengan pertumbuhan ekonominya melesat di atas pertumbuhan rata-rata. Namun, adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi yang melesat ini justru memicu tinggi inflasi dan defisit transaksi berjalan. Pertumbuhan ekonominya pun cenderung tidak berkelanjutan.
Saat inflasi sedang naik, bank sentral menaikkan suku bunga. Maka dengan suku bunga yang tinggi, belanja rumah tangga pun akan disetop. Hal inilah yang akan memicu resesi. Resesi jenis ini biasa terjadi dalam waktu singkat dan tidak parah.
Ketika inflasi mulai melandai, bank sentral bisa kembali menurunkan suku bunga, dan membuat perekonomian pulih.
2. Balance sheet recession
Contoh resesi jenis ini pernah terjadi pada saat krisis finansial global tahun 2008. Balance sheet recession berarti resesi yang bisa berdampak buruk, terjadi dalam waktu yang panjang. Resesi ini terjadi ketika neraca perbankan maupun perusahaan mengalami penurunan yang sangat besar akibat kemerosotan harga aset dan kredit macet. Perbankan membatasi penyaluran kredit yang pada akhirnya berdampak pada investasi maupun ekspansi dunia usaha.
3. Supply-side shock recession
Resesi ini terjadi akibat masalah pasokan, dan pernah terjadi di tahun 1973 akibat minyak mentah. Saat itu harga minyak mentah meroket dan memicu inflasi tinggi. Bank sentral menaikkan suku bunga yang berdampak pada stagflasi hingga resesi.
4. Economic Depression
Ini merupakan resesi yang paling parah. Depresi terjadi saat kontraksi ekonomi yang sangat dalam serta berlangsung dalam periode yang lama, setidaknya selama 3 tahun. Kontraksi ekonomi mencapai double digit persentase begitu juga dengan tingkat pengangguran.
Resesi 2023 Bakal Menjadi yang Lebih Parah
Resesi 2023 diprediksi akan menjadi yang lebih parah di antara resesi-resesi yang pernah ada. Jika melihat kondisi global saat ini, jenis resesi 2023 merupakan jenis supply-side shock. Krisis energi yang dilatarbelakangi oleh konflik Rusia-Ukraina, dan beberapa bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunganya, termasuk di Indonesia dimana Bank Indonesia menaikkan suku bunganya menjadi 4,75% atau naik 50 bps.
Jika inflasi tidak juga turun, maka stagflasi yang akan terjadi, dan ini lebih buruk ketimbang resesi. Tidak seperti resesi yang sering terjadi, stagflasi cukup langka.
Stagflasi merupakan periode perlambatan atau stagnannya perekonomian disertai dengan inflasi yang tinggi. Sementara resesi merupakan kontraksi pertumbuhan ekonomi setidaknya dalam dua kuartal beruntun. Efek keduanya sama-sama buruk bagi perekonomian maupun masyarakat, tetapi stagflasi bisa lebih parah. (Baca artikel sebelumnya tentang stagflasi).
Risiko yang Terjadi saat Resesi 2023
Dikutip dari detikcom World Bank Group President David Malpass menuturkan, resesi 2023 berisiko membuat pertumbuhan global melambat. Resesi ekonomi dapat memantik penurunan keuntungan perusahaan, meningkatnya pengangguran, hingga kebangkrutan ekonomi.
Berikut ini merupakan yang perlu diwaspadai di saat reses yang dikutip dari berbagai pakar:
1. Biaya Hidup Tinggi
Resesi pada umumnya akan berdampak pada biaya hidup yang lebih tinggi daripada biasanya. Dipicu oleh harga-harga kebutuhan pokok yang merangkak naik. Dampak dari konflik Rusia – Ukraina yang menyebabkan krisis energi merembet pada kenaikan harga di segala bidang.
2. Kenaikan Pendapatan Tak Sebanding dengan Kenaikan Pengeluaran
Kekhawatiran selanjutnya adalah tingkat pendapatan masyarakat akan sulit untuk mengimbangi kenaikan harga yang terjadi. Alih-alih menaikkan upah untuk meringankan beban kenaikan biaya hidup, justru kenaikan pengeluaran akan lebih tinggi daripada pendapatan, karena harga-harga kebutuhan akan naik.
3. Sulit Mencari Pekerjaan
Beberapa perusahaan startup terkenal baru-baru ini telah melakukan pemutusan hubungan kerja karyawannya. Hal ini bagian dari dampak awal resesi yang terasa sebelum 2023. Di saat masa resesi justru perusahaan akan menyetop membuka lapangan pekerjaan demi efisiensi perusahaan.
4. Suku Bunga Meningkat
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, di saat inflasi tinggi yang kemudian bergulir pada resesi karena sejumlah bank sentral di beberapa negara menaikkan suku bunganya. Menaikkan suku bunga acuan merupakan langkah yang kerap ditempuh oleh bank sentral di negara-negara demi mengatur tingkat inflasi. Dengan suku bunga yang tinggi, orang akan cenderung menahan konsumsi sehingga akan laju kenaikan harga bisa diredam.
Apa yang Harus Dilakukan Sebelum Menghadapi Resesi 2023 ?
Dikutip dari artikel di ALAMI yang sebelumnya yang berjudul, Jika Resesi Ekonomi Terjadi, 5 Hal Ini yang Harus Kamu Lakukan, ada baiknya kita mempersiapkan dan merencanakan keuangan dengan tepat.
Perencanaan keuangan secara syariah bisa kamu terapkan untuk mempersiapkan diri jika terjadi resesi 2023. Berikut ini tips mengatur dan merencanakan keuangan syariah:
1. Pengelolaan Aset
Dalam perencanaan keuangan secara syariah, harta atau aset yang dimiliki harus dikelola dengan seimbang. Di mana jumlah pengeluaran tidak lebih besar dari pendapatan. Sebisa mungkin untuk segera melunasi hutang supaya tidak terlalu lama terjerat riba dan harta yang diperoleh lebih berkah.
2. Menabung dan Investasi
Jika ingin benar-benar mengaplikasikan perencanaan keuangan ini, maka kamu harus menggunakan jenis tabungan dan juga investasi yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan dibolehkan secara syariat.
3. Berzakat
Tips perencanaan keuangan syariah selanjutnya yaitu melakukan zakat. Jika ingin membersihkan atau mensucikan harta maka harus membayar zakat. Dengan begitu, harta yang dimiliki menjadi lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama.
4. Risiko dan Asuransi Syariah
Kamu harus mempersiapkan diri dari berbagai masalah atau kondisi yang tidak terduga. Untuk memperkecil risiko keuangan, kamu bisa menggunakan asuransi syariah.
Demikian penjelasan mengenai resesi 2023 dan jenis-jenis resesi yang akan terjadi, serta bagaimana kita mempersiapkan untuk menghadapinya. Salah satu cara mempersiapkan diri dari resesi 2023 adalah mengelola aset sebaik mungkin dan juga menabung atau mengembangkan dana.
Ada cara yang lebih mudah dan aman dalam mengembangkan dana sebagai persiapan menghadapi resesi 2023, yakni ikut pendanaan di P2P Funding Syariah dari ALAMI. Ikuti pendanaan di ALAMI dan dapatkan imbal hasil atau ujrah setara dengan 14-16% pa. Uangmu akan berkembang dan dikelola secara syariah untuk pendanaan dan pembiayaan UMKM yang sedang berkembang di Indonesia.
Mulai sekarang juga pendanaanmu di P2P Funding Syariah dari ALAMI dan download aplikasinya di