Serial Sang Pemikir Ekonomi Syariah - Bagian 6; Abu Yusuf

Serial Sang Pemikir Ekonomi Syariah Dunia – Bagian 6: Abu Yusuf

Kontribusi Abu Yusuf untuk ekonomi syariah hadir ketika penguasa Dinasti Abbasiyah memintanya menentukan berbagai hal tentang keuangan publik. Abu Yusuf pun menjawab permintaan tersebut dengan meletakkan berbagai dasar pemikiran tentang pengelolaan uang masyarakat yang sesuai dengan ketentuan Quran, hadis, ketentuan hukum fiqih, dan praktik para pendahulu yang soleh.

Latar Belakang Abu Yusuf

Abu Yusuf adalah murid sekaligus guru dari berbagai ulama ternama pada zamannya

Abu Yusuf lahir sekitar 735 Masehi, 15 tahun sebelum Al-Syaibani, tokoh yang kita bahas sebelumnya. Karena itulah, mereka belajar dari guru-guru yang sama, mulai dari Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas sampai Imam As-Syafi’i. Selain itu, ia juga belajar dari berbagai ulama lainnya. Namun, gurunya yang paling berpengaruh kepadanya adalah Imam Abu Hanifah, sang pendiri madzhab Hanafi.

Abu Yusuf adalah orang yang pertama kali menyebarkan ajaran Imam Abu Hanifah dan menyatukannya menjadi dasar-dasar kitab madzhab Hanafi. Karena kedekatannya dengan penguasa, Abu Yusuf mampu menyebarkan ajaran Hanafi tersebut sehingga bisa diterima di berbagai wilayah kekuasaan dinasti penguasa ketika itu, antara lain sampai ke Mesir dan Pakistan.

Al-Syaibani juga belajar dari Abu Yusuf karena mereka tinggal di kota yang sama, salah satu pusat intelektual di wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah yaitu Kufah. Berbeda dengan Al-Syaibani, Abu Yusuf dilahirkan di kota tersebut.

Selain Al-Syaibani, Abu Yusuf pun juga memiliki murid-murid lainnya yang menjadi ulama berpengaruh di zamannya, termasuk Ahmad bin Hambal, yang nantinya menyebarkan ajaran madzhab Hambali.

Berbeda dengan Ibnu Hazm, Abu Yusuf lahir dari keluarga sederhana. Namun keduanya mempunyai persamaan haus akan ilmu pengetahuan. Abu Yusuf terutama sangat tertarik kepada masalah hukum.

Buku-buku karya Abu Yusuf mengulas tentang hukum Islam, hukum internasional, tradisi periwayatan hadis, perbandingan fiqih, sampai hukum peperangan. Namun, karya Abu Yusuf yang akan kita bahas di sini adalah kitab AlKharaj.

Abu Yusuf merupakan orang pertama di Dinasti Abbasiyah yang mendapat kehormatan memegang gelar sebagai Hakim Agung. Bertugas di Baghdad, pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah, ia menjadi Hakim Agung di institusi Mahkamah Agung negara dalam tiga periode kekhalifahan yang berbeda. Di akhir hidup sang Hakim Agung, Khalifah Harun ArRasyid menentukan bahwa semua keputusan Mahkamah Agung di negeri tersebut harus bersandar kepada persetujuan Abu Yusuf.

Khalifah Harun Ar-Rasyid juga meminta Abu Yusuf untuk menentukan ketentuan-ketentuan agama Islam yang membahas masalah perpajakan (pengumpulan perpajakan yang sah dan tidak menindas publik), pengelolaan pendapatan, dan pembelanjaan publik. Pemikiran Abu Yusuf dalam keuangan publik inilah yang termaktub dalam kitab Al-Kharaj.

Sang Pemikir #5: Abu Yusuf dan Pemikirannya Tentang Ekonomi Syariah

Abu Yusuf mulai menulis tentang ekonomi syariah dari hukum fiqih ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid bertanya kepadanya.

Al-Kharaj adalah kitab pertama yang memuat pembahasan tentang pemasukan kekhalifahan Islam dan semua pos-pos pengeluarannya menurut Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Abu Yusuf merupakan ahli fiqih pertama yang membahas tentang perspektif ekonomi Islam. Kontribusinya bisa dibilang sebagai peletak pondasi kebijakan keuangan publik di dalam Islam, mulai dari kebijakan fiskal, perpajakan, peran negara dalam aktivitas ekonomi, sampai pada pengaturan mekanisme pasar dan hak pengelolaan tanah negara. Semua ketentuannya didasarkan pada dalil-dalil Al-Quran dan hadis, ketentuan hukum fiqih, dan praktik yang dilakukan oleh penguasa-penguasa saleh terdahulu.

Hal paling mendasar yang dijelaskan di dalam kitab AlKharaj terutama adalah tentang sikap penguasa. Sebagai penguasa yang menghimpun pemasukan dari rakyat, mereka harus mengingat bahwa harta tersebut sejatinya adalah milik Allah SWT, merupakan amanat Allah SWT dan rakyat, dan harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, penghimpunan pemasukan dari rakyat harus memiliki proses yang bebas dari kecatatan, dan hasil pengelolaannya harus optimal. Jenis-jenis penghimpunan dana yang bisa dilakukan oleh penguasa negara Muslim pun telah ia klasifikasikan berdasarkan dalil-dalil yang ada. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah tercapainya kebaikan untuk semua warga negara.

Abu Yusuf menegaskan bahwa tugas utama penguasa adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Penguasa harus memenuhi kebutuhan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum. Hal tersebut juga menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam mekanisme aturan pajak yang ia kemukakan.

Ia mengemukakan prinsip-prinsip penghimpunan pajak yang berabad-abad kemudian dikenal di zaman modern sebagai “the canons of taxation”: harus ditetapkan kepada harta yang melebihi kebutuhan rakyat (yang mampu membayar), ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka, dan harus diambil dari hasil pekerjaan. Jelas, ia meletakkan aturan ini jauh sebelum Adam Smith merumuskannya sebagai equality (fairness), certainty, convenience, dan efficiency (economy).  

Menurut Abu Yusuf, walaupun negara mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan yang memihak kepada kesejahteraan warganya, namun ia menolak pendapat bahwa negara boleh mengintervensi pasar dan menentukan harga. Ia sangat percaya bahwa Allah adalah penentu harga, penahan, pencurah, dan pemberi rezeki. Tidak ada yang boleh menentukan harga selain Allah, dan mekanisme pasar seharusnya memberikan kebebasan terhadap semua produsen dan konsumen.

Referensi:

Neliti.com

Republika

Sumber foto:

Unsplash by Mostafa Meraji, Brett Jordan, Asim Z Kodappana.

Serial Sang Pemikir Ekonomi Syariah Dunia

Kajian ekonomi syariah sudah bukan menjadi kajian yang asing dan baru, atau terpisah dengan semangat keagamaan di dunia Islam. Sejarah mencatat bahwa selalu ada ulama di tiap zaman yang membawa pemikiran yang mendalam tentang konsep ekonomi syariah dan implementasinya.

Lewat Serial #SangPemikir, ALAMI akan menghadirkan kisah para sang ekonom Muslim di zaman awal, yang membawa pemikiran-pemikiran segar tentang memaknai hukum Allah di ranah ekonomi dan keuangan.

Semoga dengan sajian artikel ini, kita jadi lebih paham bahwa ekonomi syariah sebenarnya sudah berkembang dari zaman ke zaman, and we are standing on the shoulders of giants!

Lihat Bagian 1: Al-Syaikh Muhammad Abduh di sini

Lihat Bagian 2: Imam al-Ghazali di sini

Lihat Bagian 3: Ibnu Taimiyah di sini

Lihat Bagian 4: Ibnu Hazm di sini

Lihat Bagian 5: Al-Syaibani di sini

Platform peer-to-peer financing syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pendana. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik. Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

Artikel Terbaru

Penyesuaian Pemadanan NPWP ke NIK

Berdasarkan terbitnya kebijakan pajak pada PMK 136/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri...

Informasi Peningkatan Keamanan Pendanaan & Penambahan Biaya Layanan

Sebagai bagian dari upaya kami dalam meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik,...

Panduan Praktis Mendanai Nyaman dan Menguntungkan di Instrumen P2P Lending Bagi Pendana Pemula

Peer to Peer Lending (P2P Lending) dikenal sebagai salah satu instrumen investasi...

Exit mobile version