Merencanakan keuangan pribadi dan keluarga kadang perlu mengubah pola pikir kita terhadap keuangan. Dimulai dengan mengatur arus kas, membuat tujuan keuangan di masa mendatang, menyusun prioritas-prioritas dalam hidup lalu menerapkanya dengan perencanaan keuangan syariah.
Ciri-ciri perencanaan keuangan syariah bisa dilihat dari prosesnya yang dilakukan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, dan berorientasi selain pada dunia juga pada akhirat. Melakukan perencanaan keuangan syariah antara lain mengatur arus kas, membuat tujuan keuangan, menggunakan produk-produk syariah, dan perencanaan waris.
Misalnya dalam pengaturan arus kas, kita harus memasukan alokasi untuk zakat, memprioritaskan pembayaran utang jika punya, dan mengalokasikan investasi masa depan secara rutin.
Kemudian, tujuan keuangan harus sesuai prioritas yang diajarkan dalam Islam. Misalkan, menunaikan ibadah haji harus lebih diprioritaskan dari jalan – jalan ke luar negeri, dan menyiapkan dana sekolah anak harus lebih diprioritaskan dari tujuan ganti mobil.
Dalam mencapai tujuan keuangan harus menggunakan produk-produk investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Contohnya, sukuk, deposito syariah, atau reksadana syariah, dan yang terakhir perencanaan keuangan sebaiknya mencakup perencanaan waris, sehingga perencanaan waris harus mengikuti aturan waris dalam Islam, karena perencanaan keuangan syariah terkait dengan tujuan hidup maka harus direncanakan sebaik mungkin, diawali dengan menikah, memiliki anak, membeli rumah, memiliki kendaraan pribadi, naik haji, pergi liburan, pendidikan anak, kemudian masa pensiun. Seluruh siklus kehidupan tersebut membutuhkan biaya masing – masing. Di sinilah pentingnya perencanaan keuangan syariah.
Tetapi jangan lupa bahwa biaya hidup hari ini tidak sama dengan biaya hidup yang akan datang karena adanya inflasi. Contoh, di tahun 2002 uang Rp. 1000,- dapat membeli susu satu gelas penuh, tahun 2008 dengan nilai yang sama hanya dapat setengahnya dan di tahun 2016 kemungkinan hanya dapat seperempatnya saja atau tidak mendapatkan apa – apa. Jadi inflasi adalah suatu proses peningkatan harga – harga secara umum dan terus – menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Di tengah laju inflasi yang semakin merangkak, tentu saja kita perlu semakin pandai mengatur diri dalam menggunakan uang. Kita tidak bisa mengatur harga bahan makanan akan tetapi kita bisa mengatur menu makanan kita. Kita tidak bisa mengatur tarif harga listrik dan BBM tetapi kita bisa mengatur pemakaiannya. Kita pun tidak bisa mengatur biaya pendidikan anak kita tetapi kita bisa menyiapkan dananya sedini mungkin.
Konsep Keuangan dalam Islam
Menurut Imam al-Ghazali dan Ibn Khaldun, uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran dan media simpanan. Sementara menurut Ibnu Taimiyah uang dalam Islam hanya sebagai alat tukar dan alat ukur nilai.
Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Dalam Islam, uang menjadi alat tukar yang dipergunakan dalam kegiatan ekonomi dan berperan sebagai media untuk memperlancar perekonomian.
Semenjak pertama kali datang agama Islam telah memberikan persuasi normatif bagi pemeluknya agar melakukan perencanaan hingga pencatatan atas segala transaksi dengan benar dan adil. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”
Ayat tersebut tidak sekedar norma, tetapi adalah praktek yang bisa “membumi” dalam bentuk perilaku kehidupan manusia. Umat Islam tidak berhenti memahami ayat-ayat Al-Quran tersebut pada tataran normatif, tapi juga pada praktek dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia nyata, tradisi Islam dengan ayat yang telah disebutkan di atas mampu menciptakan manajemen dan perencanaan keuangan syariah dan akuntansi pada tingkat negara maupun individu.
Prinsip dasar dari perencanaan keuangan adalah mendapatkan pemasukan itu sendiri.
Jika kita menggunakan prinsip syariah, maka uang dari pemasukan ini haruslah berasal dari sumber yang halal. Uang dari sumber yang halal akan membawa keberkahan dalam hidup.
Harta yang berkah, meskipun berjumlah nominal yang sedikit, akan terasa nikmat dan cukup. Memberikan ketenangan di hati serta membawa senyuman dan kehangatan dalam keluarga. Karena keluarga adalah harta yang paling utama. Menurut Imam Al-Ghazali, keberkahan itu memiliki arti bertambahnya kebaikan. Setelah mendapatkan penghasilan dari sumber yang halal, selanjutnya adalah bagaimana cara kita mengelolanya. Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf ayat 47
“Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan”
Ayat selanjutnya dari ayat di atas Allah menerangkan bagaimana tujuh tahun kemudian mengalami masa sulit. Dalam masa uang sulit ini orang-orang bisa tetap makan, karena telah menyimpan dari hasil tujuh tahun sebelumnya.
Artinya, ayat tersebut menggambarkan bagaimana kita bersikap terhadap rezeki khususnya keuangan yang saat ini kita miliki. Kita harus menyimpan secukupnya untuk kebutuhan di masa depan.
Konsep Spending dan Giving dalam Perencanaan Keuangan Syariah
Hal pertama yang harus dilakukan dalam mengelola dan melakukan perencanaan keuangan syariah adalah membersihkan diri dari harta yang dimiliki dengan mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah. Kemudian, menafkahkan harta untuk hidup masa kini sesuai dengan keleluasaan dan kesempitan, serta tidak melupakan hak atas kenikmatan yang halal di dunia. Ketiga, membelanjakan harta dengan hemat dan menyisihkan kelebihan untuk masa-masa sulit. Keempat, mempersiapkan untuk masa depan agar dapat hidup bahagia setelah tidak produktif, serta dapat meninggalkan keturunan dalam keadaan sehat dan kaya. Kelima, mengembangkan harta untuk meningkatkan penyebarluasan kemaslahatan bagi masyarakat
Dari lima hal yang telah disebutkan di atas, mari kita beda kasus sederhana untuk mempraktikkan bagaimana kita harus spending atau mengeluarkan pendapatan kita bagaimana kita juga membersihkan diri melalui zakat, infak dan sedekah.
Aturlah uang maksimal cicilan utang sebesar 35% dari total pendapatan untuk investasi maksimal 30% dari pendapatan, alokasikan untuk membayar zakat minimal 2,5% – 10% dari pendapatan kita, untuk hiburan dan biaya hidup alokasikan maksimal 20% dari pendapatan. Untuk biaya hidup maksimal 40% dari total pendapatan.
Bagaimana kalau defisit?
Solusinya ada dua, tambah penghasilan atau kurangi pengeluaran kamu, dan jika bisa dilakukan keduanya itu lebih baik. Setelah itu saatnya mengoptimalkan dana untuk investasi baik berupa harta benda atau di sektor keuangan. Tetapi jangan lupa harus sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
Mari kita mulai merencanakan keuangan secara syariah sehingga bisa mendapatkan keberkahan dalam hidup sekaligus mendapatkan ketenangan jiwa dan menjalankan perintah Allah menuju ketenangan akhirat.
Sudahkah kamu melakukan perencanaan keuangan secara syariah?
Ayo ikuti pendanaan syariah untuk UMKM yang sedang berkembang di Indonesia bersama ALAMI. Dengan mengikuti pendanaan UMKM ini, keuanganmu bisa berkembang dan dikelola secara syariah. Nantinya, kamu bakal mendapatkan ujrah atau imbal hasil setara hingga 14-16% p.a. Tunggu apa lagi segera download aplikasinya di Playstore dan Appstore.