Di dalam istilah usaha atau bisnis selalu ada pendapatan bersih, pendapatan kotor, income atau revenue. Bagi yang baru saja terjun ke dalam dunia usaha atau bisnis, mendengar kata-kata tersebut pasti masih membingungkan. Apalagi jika harus membedakan apa itu revenue dan apa itu income, serta bagaimana perbedaan revenue dan income. Secara teknis, keduanya memang sama-sama pemasukan yang diraih di setiap usaha yang dilakukan. Tapi keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Untuk itu mari kita bahas mengenai perbedaan revenue dan income, serta bagaimana akuntansi syariah melihat kedua jenis istilah tersebut.
Perbedaan Revenue dan Income
Pengertian Revenue
Dikutip dari berbagai sumber, banyak yang menyebutkan bagaimana perbedaan revenue dan income. Di artikel ini kita akan membahasnya secara ringkas. Mulai dari pengertian revenue terlebih dahulu. Revenue adalah sesuatu yang berhubungan dengan pendapatan total yang didapatkan dari usaha atau bisnis yang dilakukan. Revenue ini bisa dibilang sebagai total omzet yang didapatkan dari penjualan. Secara teknis, revenue ada dua jenis. Pertama, operating revenue adalah pendapatan yang dihasilkan dari inti usaha. Kedua, non-operating revenue adalah pendapatan yang dihasilkan dari secondary resources.
Contohnya, jika kamu memiliki usaha makanan, maka revenue kamu akan berasal dari total penjualan makanan selama periode waktu tertentu (biasanya dihitung secara bulanan). Jika kamu memberikan diskon, maka kamu dapat mengurangkan hitungan yang dihasilkan dengan total diskon yang kamu berikan untuk konsumen.
Pengertian Income
Income atau yang biasa disebut pendapatan atau keuntungan yang didapat, ternyata memiliki arti berbeda dari revenue. Dalam konteks keuangan, income hampir selalu mengacu pada laba bersih. Biasanya disebut sebagai laba bersih karena jumlahnya dapat mewakili jumlah total uang tunai yang tersisa dari jumlah pendapatan asli setelah memperhitungkan semua biaya dan pendapatan tambahan yang ada.
Income dan Revenue dalam Akuntansi Syariah
Di dalam sistem pencatatan keuangan atau akuntansi ada dua sistem yakni cash basis dan accrual basis. Secara umum pencatatan keuangan, baik itu akuntansi konvensional dan akuntansi syariah menggunakan sistem pencatatan accrual basis. Accrual basis adalah prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan seluruh pendapatan baik berupa cash atau bukan, dicatatkan dalam buku pendapatan.
Misalnya, kamu merupakan sebuah vendor yang mendapatkan pekerjaan dari pemberi kerja. Meskipun pembayaran belum diberikan oleh pemberi kerja, tapi sudah terbit invoice maka invoice inilah sudah bisa dicatatkan ke dalam buku catatan pendapatan kamu. Sementara cash basis hanyalah pengakuan pendapatan berupa uang saja yang dimasukkan ke dalam buku catatan pendapatan. Dalam akuntansi syariah, terdapat perbedaan revenue dan income dilihat dari sisi pendistribusiannya agar bebas dari riba.
Nah, perbedaannya di mana?
Sharia Compliance ALAMI, Zuel Fahmi mengatakan di dalam akuntansi syariah pendistribusian bagi hasil di setiap akad syariah harus menggunakan cash basis. Sehingga komponen-komponen pendapatan bisa terbebas dari unsur riba. Sebab kata Zuel, bisa saja dalam revenue yang didapatkan ada unsur ribanya. Maka dari itu dalam pendistribusian bagi hasil menggunakan cash basis.
“Di dalam akuntansi syariah ketika melakukan pendistribusian bagi hasil lebih dianjurkan cash basis, karena harus berdasarkan cash pendapatan real hasil usahanya. Itu diatur dalam PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia) dan PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan indonesia),” jelas Zuel.
Selain itu, perbedaan income dan pendapatan secara akuntansi syariah ini pun telah diatur di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI nomor 14.
“Di dalam fatwa DSN nomor 14 tentang sistem distribusi bagi hasil keuangan syariah itu disebutkan bahwa kalau dalam pencatatan boleh menggunakan accrual basis, tapi dalam hal pendistribusian bagi hasil harus menggunakan cash basis. Sesuai dengan realisasi,” jelas Zuel.
Bagaimana Cara Membersihkan Unsur Riba dari Pendapatan?
Akuntansi syariah membolehkan menggunakan sistem pencatatan keuangan accrual basis. Artinya seluruh pendapatan dari mana saja jalurnya bisa dimasukkan sebagai pendapatan kotor. Hanya saja nantinya di saat ada pendistribusian bagi hasil yang disesuaikan dengan akad, harus dipisahkan dengan prinsip cash basis. Terlebih jika revenue yang kita terdapat unsur riba di dalamnya.
Zuel menjelaskan sistem yang selama ini terjadi di perbankan syariah. Ia mengatakan, cara bank syariah membersihkan pendapatannya dari unsur riba dikeluarkan melalui dana kebajikan sosial atau yang kita kenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR).
“Jadi mengeluarkan unsur riba dari pendapatan itu biasanya melalui dana kebajikan sosial, bukan dalam bentuk uang tunai,” jelas Zuel.
Kenapa Syariah masih bisa mendapatkan riba?
Zuel mengatakan, setiap bank syariah pun dalam perjalanan operasinya pasti akan ada pendapatan bunga. Pendapatan bunga ini didapatkan dari rekening bank nostro. Rekening bank nostro adalah rekening bank syariah yang ditempatkan di bank lain (konvensional) dengan tujuan untuk proses transaksi atau transfer antarbank.
Di bank nostro itu setiap bank syariah selalu mendapatkan bunga, yang mana menurut syariat Islam bunga atau compound interest merupakan sesuatu yang digolongkan ke dalam riba. Tapi, bank syariah tidak memasukkannya ke dalam pendapatan bersih perusahaan. Unsur riba tersebut dikeluarkan melalui dana CSR.
Selain unsur riba, kata Zuel, ada beberapa jenis revenue yang harus dikeluarkan dalam akuntansi syariah. Misalnya denda dan pendapatan yang dihasilkan dari transaksi yang tidak memenuhi rukun dan syarat akad tertentu. Zuel mengatakan, denda ini diberlakukan agar ada pemenuhan hak dan kewajiban di antara pihak yang berakad.
“Pemberlakuan denda boleh saja dilakukan di dalam bank syariah sebagai pemenuhan hak dan kewajiban di antara para pihak yang berakad. Denda ini agar menjamin pihak yang diberi pembiayaan bisa membayarkan angsuran tepat waktu,” jelas Zuel.
“Tapi denda tersebut tidak dimasukkan ke dalam pendapatan bersih. Denda harus dikeluarkan juga melalui dana kebajikan sosial, namun bukan yang sifatnya konsumsi seperti misalnya pembuatan jalan atau fasilitas umum lainnya,” lanjutnya.
Begitupun dengan transaksi syariah yang rukun dan syarat akadnya tidak sesuai. Transaksi tersebut kata Zuel, jika sudah selesai, maka pendapatannya harus dikeluarkan melalui dana CSR.
Namun, jika masih berlangsung di tengah-tengah perjalanan transaksi harus segera dibatalkan demi hukum.
“Jika akadnya tak terpenuhi, atau ternyata akadnya nggak sesuai, harus dikeluarkan dari pendapatan, dan kalau sedang terjadi harus segera dibatalkan demi hukum,” pungkasnya.
Itulah penjelasan singkat mengenai perbedaan revenue dan income, serta pandangannya dari sisi akuntansi syariah. Semoga bisa memberikan manfaat dan inspirasi bagi kamu yang sedang menjalankan usaha dan bisnis.
Untuk penjelasan mengenai riba dan kenapa riba dilarang di dalam Islam kamu bisa baca artikel lainnya di sini.
Setelah, kamu mempelajari bagaimana akuntansi syariah juga mengatur pencatatan keuangan dengan teliti dan memisahkan mana yang riba dan bukan, sudah saatnya kamu pun memisahkan dana untuk menjadi asetmu yang terus berkembang di masa depan.
Kembangkan dana dan asetmu di platform peer to peer funding syariah dari ALAMI. Dapatkan ujrah atau imbal hasil setara dengan 14-16% pa. Unduh aplikasinya di