Saat Indonesia merdeka, kondisi perekonomiannya sangat kritis. Kondisi ini tak lepas dari masih mudanya pemerintahan yang baru dibentuk, serta gejolak politik yang datang dari luar maupun dalam negeri.
Di awal masa kemerdekaan Indonesia, tingginya inflasi dikarenakan banyaknya mata uang yang beredar di masyarakat kala itu. Mata uang yang diakui dan digunakan bersamaan kala itu, di antaranya De Javasche Bank (DJB), mata uang pemerintah Hindia Belanda, serta mata uang pendudukan Jepang.
Mayoritas penduduk hidup dalam kemiskinan, sementara sektor ekonomi yang ada masih tertinggal dan dipengaruhi oleh model eksploitatif kolonial. Selain itu, penguasaan asing terhadap sumber daya alam Indonesia menyebabkan banyak kekayaan alam diekspor tanpa nilai tambah dan merugikan ekonomi nasional.
Kondisi perekonomian Indonesia di awal kemerdekaan perekonomian diperparah dengan dilakukannya blokade laut oleh Belanda sejak kedatangannya kembali ke Indonesia bersama Sekutu dalam misi agresi militer Belanda ke-1 dan ke-2.
Tantangan Kondisi Perekonomian Indonesia di Awal Kemerdekaan
Infrastruktur Terbatas
Selama masa penjajahan, kolonialisme lebih fokus pada eksploitasi sumber daya alam daripada pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Hal ini menyebabkan infrastruktur transportasi dan komunikasi yang terbatas, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi yang optimal.
Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Selama penjajahan, pendidikan masyarakat Indonesia dibatasi untuk mencegah lahirnya intelektual dan pemimpin yang dapat melawan kekuasaan kolonial. Akibatnya, saat merdeka, tenaga kerja terampil dan terdidik sangat langka, menyulitkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Ketergantungan pada Bahan Baku
Ekonomi awal Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas bahan baku, seperti kopi, karet, dan minyak sawit. Ketergantungan ini membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga di pasar dunia.
Krisis Keuangan dan Mata Uang
Setelah merdeka, Indonesia menghadapi krisis keuangan dan moneter akibat perang kemerdekaan dan defisit anggaran yang besar. Inflasi melonjak dan rupiah mengalami depresiasi, menyulitkan stabilitas ekonomi nasional.
Dalam upaya mengatasi hal itu, pemerintah RI melalui Menteri Keuangan, Ir. Surachman mengeluarkan kebijakan “pinjaman nasional” yang disetujui oleh BPKNIP. Pinjaman itu direncanakan akan mencapai Rp1.000.000.000 yang dibagi dalam dua tahap.
Pinjaman akan dibayar kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun. Ternyata, kebijakan pemerintah mendapat sambutan dan dukungan yang baik dari rakyat. Buktinya, pemerintah berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp500.000.000 dari uang yang disetor rakyat melalui Bank Tabungan Pos dan pegadaian-pegadaian.
Namun pada 6 Maret 1946, tiba-tiba Belanda mengumumkan pemberlakuan uang baru yang dikenal dengan uang NICA. Pemberlakuan uang NICA dimaksudkan untuk mengganti mata uang Jepang yang nilainya sudah sangat menurun.
Untuk menghadapi tindakan Belanda itu, pemerintah mengingatkan kepada masyarakat bahwa di wilayah RI hanya berlaku tiga mata uang sebagaimana yang telah diumumkan pada 1 Oktober 1945. Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengeluarkan uang kertas baru yang dinamai Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Sejak saat itu, dilakukanlah penukaran mata uang Jepang dengan ORI. Setiap 1.000 mata uang Jepang ditukar dengan Rp 1 mata uang ORI.
Kebijakan pemerintah ini cukup memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia kendati belum memperbaiki keadaan seluruhnya. Sejak bulan Februari 1946, pemerintah RI terus berusaha menanggulangi masalah ekonomi secara konseptual melalui Konferensi Ekonomi pertama.
Upaya Pemerintah RI Mencapai Kemandirian Ekonomi
Politik Ekonomi Nasionalis
Pemerintah Indonesia, di bawah pimpinan Presiden Sukarno, menerapkan politik ekonomi nasionalis yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara asing dan meningkatkan kemandirian ekonomi. Beberapa langkah diambil, termasuk nasionalisasi perusahaan asing dan pembentukan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk mengelola sektor kunci ekonomi.
Kemudian atas inisiatif Menteri Kemakmuran dr. A.K. Gani dibentuk Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada 19 Januari 1947. Langkah-langkah kebijakan yang dilakukan Badan Perancang Ekonomi, di antaranya:
- Menyatakan semua bangunan umum, perkebunan, dan industri yang sebelum perang menjadi milik negara, jatuh ke tangan pemerintah RI.
- Bangunan umum vital milik asing akan dinasionalisasi dengan pembayaran ganti rugi.
- Perusahaan modal asing akan dikembalikan kepada yang berhak sesudah diadakan perjanjian RI-Belanda.
Penguatan Industri Manufaktur
Pemerintah juga berusaha mengembangkan sektor industri manufaktur sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Dengan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan baku, Indonesia berharap dapat menciptakan nilai tambah lokal dan mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas.
Reformasi Agraria
Reformasi agraria dilakukan untuk memberikan akses tanah kepada petani dan meningkatkan produksi pertanian. Ini diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Pendidikan dan Sumber Daya Manusia
Investasi dalam pendidikan dan pelatihan menjadi fokus utama pemerintah untuk mengatasi keterbatasan sumber daya manusia. Dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja, Indonesia berharap dapat menggerakkan sektor-sektor ekonomi yang lebih maju dan inovatif.
Kerjasama Ekonomi Internasional
Indonesia juga berupaya menjalin kerjasama ekonomi dengan negara-negara lain, terutama dalam menjalin hubungan dengan negara-negara non-blok dan mengikuti jalur politik luar negeri bebas aktif. Kerjasama ini bertujuan untuk membuka peluang pasar baru dan memperluas akses ke teknologi dan modal.
Kesimpulan
Kondisi perekonomian Indonesia di awal kemerdekaan sangat kritis dan penuh tantangan. Bangsa ini harus berjuang keras untuk mencapai kemandirian ekonomi dan melepaskan diri dari bayang-bayang penjajahan.
Melalui upaya politik ekonomi nasionalis, penguatan industri manufaktur, investasi dalam pendidikan dan sumber daya manusia, serta kerjasama ekonomi internasional, Indonesia berhasil mencatatkan sejumlah pencapaian signifikan dalam perkembangan perekonomiannya.
Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, tantangan tetap ada, dan bangsa Indonesia perlu terus berupaya mencari solusi dan inovasi untuk mencapai kemandirian ekonomi yang sepenuhnya. Hanya dengan kerja keras, kerjasama, dan kesungguhan, Indonesia dapat mewujudkan potensi ekonomi dan menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh di tingkat regional maupun global.
Perjalanan membangun perekonomian bangsa Indonesia yang dijelaskan di atas sama seperti membangun dan merintis bisnis hingga menjadi besar. Bagi kamu pelaku bisnis atau UMKM yang sedang merintis usahanya dari kecil bisa bertumbuh besar dengan diberikan permodalan yang cukup untuk pengembangan usahamu.
Ingin tahu caranya agar #BisnisBisaBesar ? Ikuti pendanaan syariah di P2P ALAMI Sharia. Klik tombol di bawah ini untuk info dan pendanaan bisnismu untuk menjadi lebih besar lagi.