01/12/2021 -
5 Min Read
Mengenal Jenis Investasi Reksadana Syariah
Powered by ALAMI Institute
Reksadana merupakan salah satu instrumen investasi yang banyak digunakan orang saat ini. Terlebih di era digital seperti saat ini, untuk mengakses reksadana tanpa perlu pergi ke kantor manajer investasi untuk menanamkan uang kita yang akan diinvestasikan. Saat ini reksadana bisa diakses melalui berbagai macam platform digital.
Banyak jenis reksadana yang ditawarkan di platform digital tersebut, mulai dari reksadana pasar uang hingga reksadana syariah. Kali ini kita akan membahas mengenai penjelasan reksadana syariah.
Definisi Reksadana dan Reksadana Syariah
Secara definisi, reksadana menurut UU adalah “wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”.
Artinya, reksadana memiliki poin-poin berikut:
- Reksadana adalah wadah penghimpunan dana bersama
- Dana bersama ini dikumpulkan dari masyarakat pemodal, khususnya yang berukuran kecil dan/atau belum punya waktu dan keahlian dalam menghitung risiko investasi
- Dana ini akan diinvestasikan oleh manajer investasi, pihak yang dipercaya menginvestasikan dana tersebut dalam sebuah portofolio efek (surat berharga), misalnya saham, sukuk, atau instrumen pasar uang.
Sedangkan, reksadana syariah adalah reksadana yang pengelolaannya sesuai dengan hukum syariah yang berlaku di pasar modal dan ketentuan DSN MUI. Sehingga, investasi yang dilakukan harus kepada efek syariah seperti saham syariah dan sukuk, dan tidak boleh pada efek konvensional seperti obligasi atau SBI.
Secara hukum, manajer investasi yang mengelola reksadana syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memiliki sertifikasi DSN MUI untuk mengawasi reksadana tersebut sesuai dengan standar DSN MUI.
Reksadana syariah juga memiliki proses cleansing, yaitu proses pembersihan dari pendapatan yang tidak sesuai syariah atau yang merusak kehalalan uang tersebut. Contoh pendapatan haram adalah bunga dari bank kustodian konvensional, dimana pendapatan-pendapatan seperti ini tidak akan masuk pada pemilik modal, tapi disalurkan untuk amal.
Menurut data OJK, di Oktober 2021 terdapat 289 reksadana syariah berbeda, dengan total dana kelola lebih dari 40 triliun rupiah. Ini adalah 7,34% dari seluruh nilai aset reksadana yang ada. Pada Maret 2021, reksadana syariah sempat mencapai hampir 80 triliun rupiah, yang merupakan catatan jumlah terbesar, namun angka ini turun setengahnya ke 4 triliun di Mei 2021 karena penarikan dana oleh BPKH. Penurunan ini sangat berdampak bagi perkembangan reksadana syariah yang sudah meningkat sangat pesat, yaitu 16 kali lipat dari 2010 hingga Maret 2021.
Jenis Reksadana Syariah
Kalau kita lihat dari segi portofolio investasi, jenis reksadana dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Reksadana Pasar Uang Syariah
Reksadana pasar uang adalah reksadana yang wajib berinvestasi pada instrumen pasar uang, seperti deposito atau SBIS, dan efek yang berpendapatan tetap yang jangka waktunya tidak lebih dari 1 tahun. Reksadana ini memiliki risiko terendah dan ditujukan untuk investasi dengan jangka waktu paling pendek, yaitu dibawah 1 tahun. Reksadana ini kurang maksimal untuk jangka panjang, tapi secara umum tetap lebih menguntungkan daripada deposito.
2. Reksadana Pendapatan Tetap Syariah
Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang wajib menginvestasikan minimal 80% dari nilai aktiva bersih pada efek syariah berpendapatan tetap, seperti sukuk. Risiko reksadana ini menengah karena masih ada fluktuasi di nilai surat utang jangka panjang, dan jangka waktunya pun untuk kebutuhan menengah, yakni dibawah 3 tahun.
3. Reksadana Campuran Syariah
Reksadana campuran boleh berinvestasi pada efek syariah pasar uang, berpendapatan tetap, atau ekuitas, namun pada masing-masing kategori tidak boleh sampai 80% dari total investasi. Secara umum, risiko dan imbal hasil reksadana ini lebih besar dari reksadana pasar uang dan pendapatan tetap, tetapi lebih rendah dari reksadana saham.
4. Reksadana Saham Syariah
Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang wajib menginvestasikan minimal 80% dari nilai aktiva bersih pada efek syariah bersifat ekuitas, seperti saham syariah. Reksadana ini dimaksudkan untuk jangka panjang, yaitu lebih dari 5 tahun kedepan, karena nilai saham yang fluktuatif, namun juga memiliki imbal hasil terbesar dalam jangka panjang. Namun karena berupa portofolio, risikonya lebih rendah dari investasi saham secara langsung
Subjek Investasi Reksadana Syariah
Sebagai sebuah portofolio efek, sebuah reksadana syariah memiliki banyak jenis investasi, namun 4 jenis dibawah ini adalah yang paling banyak dan umum digunakan, berikut pembahasannya secara ringkas:
Deposito Syariah
Deposito adalah produk investasi dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari tabungan, dengan pengikatan dana untuk waktu tertentu. Deposito syariah menggunakan akad mudharabah, dimana Bank bertindak sebagai pengelola dana nasabah untuk dikelola pada berbagai jenis usaha. Bank kemudian akan memberikan bagi hasil sesuai persentase yang disepakati.
SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)
SBIS adalah surat berharga jangka pendek yang diterbitkan BI dan berdasarkan prinsip syariah. SBIS biasa digunakan oleh BI untuk sebagai instrumen pengendalian moneter. SBIS menggunakan akad ju’alah, dimana pembeli SBIS mendapat imbal hasil sebagai imbalan pekerjaan membantu BI dalam pengendalian moneter dengan menempatkan sebagian dananya di BI.
Sukuk
Sukuk adalah surat berharga berbentuk sertifikat atau bukti kepemilikan aset yang memenuhi prinsip syariah, dan bisa berupa sukuk negara atau sukuk korporasi. Sukuk memiliki aset yang dijadikan objek dasar penerbitan sukuk, bisa berupa barang berwujud seperti tanah dan bangunan, atau aset tidak berwujud seperti jasa atau manfaat aset. Sukuk bisa disebut bentuk syariah dari obligasi, karena keduanya merupakan surat berharga yang menghasilkan pendapatan tetap.
Saham Syariah
Saham Syariah adalah saham yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. OJK mengatur kriteria saham syariah dengan kriteria kegiatan usaha dan rasio keuangan. Dari kegiatan usaha, perusahaan tersebut tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang dilarang syariat, misalnya judi, jasa keuangan ribawi, jual beli gharar, produksi dan perdagangan barang haram, atau suap. Dari sisi rasio keuangan, ada batasan tertentu dari rasio nilai total utang berbasis bunga dan rasio pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal.
7 Keunggulan Investasi Reksadana
Masing-masing jenis investasi memiliki karakteristiknya dan keunggulannya sendiri, berikut adalah tujuh keunggulan investasi reksadana:
- Tidak butuh dana besar
Beda dengan banyak investasi, misalnya tanah atau emas batangan, yang butuh biaya cukup besar untuk investasi, ada beberapa unit reksadana yang bisa dibeli cukup dengan 10.000 rupiah, dan sebagian besar unit reksadana bisa dibeli dengan 100.000 rupiah.
- Relatif Lebih Mudah
Investasi di reksadana lebih mudah daripada berinvestasi di saham, misalnya. Dimana butuh pengetahuan dan keahlian untuk menentukan saham yang berkualitas. Begitu juga dari sisi pembeliannya praktis karena banyaknya fasilitas pembelian online.
- Efisiensi Waktu
Karena reksadana diinvestasikan oleh manajer investasi dalam portofolio yang jelas, maka investor tidak perlu secara intens memantau kinerja investasinya. Ini berbeda dengan investasi di saham secara mandiri yang butuh pemantauan dan riset, khususnya jika dilakukan dalam jangka pendek.
- Transparan
OJK mengatur bahwa informasi reksadana harus selalu transparan, baik dari sisi investasi, risiko, atau biaya-biaya, yang kita bisa lihat dari berbagai media.
- Likuiditas
Investor reksadana bisa mencairkan investasinya di setiap hari kerja, sehingga investor mudah mengatur likuiditas, misalnya jika ada kebutuhan atau ingin berpindah ke investasi lain.
- Risiko lebih rendah
Karena reksadana adalah kumpulan dana masyarakat yang berjumlah besar, maka lebih mudah untuk melakukan diversifikasi yang akan mengurangi risiko. Berbeda dengan investasi secara pribadi, khususnya bagi investor yang modalnya terbatas.
- Fleksibilitas
Banyaknya jenis reksadana membuat kita bisa memilih reksadana sesuai yang kita butuhkan, misalnya dari segi jangka waktu atau segi instrumen investasi.
Risiko Investasi di Reksadana
Dalam Islam, tidak bisa ada keuntungan tanpa risiko, maka berikut adalah risiko yang bisa terjadi dalam berinvestasi di reksadana:
- Turunnya nilai unit
Risiko ini terjadi jika nilai investasi efek turun karena perkembangan pasar, misalnya karena turunnya nilai rupiah atau suku bunga berubah. Fluktuasi yang disebabkan risiko ini berbeda-beda sesuai dengan jenis reksadana dan jenis instrumen investasinya.
- Likuiditas
Ini adalah risiko jika terlalu banyak pemegang unit reksadana yang menjual kembali unitnya dalam waktu singkat, sehingga manajer investasi kekurangan uang tunai untuk mengembalikannya.
- Wanprestasi
Risiko jika pihak yang berhubungan dengan reksadana tidak mampu memenuhi kewajibannya, sehingga dikategorikan wanprestasi. Contoh pihak-pihak ini adalah emiten, pialang, bank custodian, atau agen penjual efek reksadana.
Setelah dijelaskan mengenai reksadana syariah hal ini bisa menjadi pilihan investasi bagi kamu.
Namun selain ada reksadana syariah, ada pula platform peer to peer lending yang juga dapat kamu gunakan untuk mengembangkan keuanganmu lebih baik lagi untuk masa depan salah satunya di ALAMI P2P Lending Syariah. Imbal hasil yang kamu dapatkan di P2P lending syariah ALAMI terhitung sangat kompetitif jika dibandingkan dengan imbal hasil dari reksadana syariah.
Mengikuti pendanaan di ALAMI, insyaallah kamu akan mendapatkan ujrah atau imbal hasil setara dengan 14%-16% p.a.
Ayo segera daftar dan ikuti pendanaan di ALAMI. Download aplikasinya di
atau