inflasi

Inflasi: dari Definisi hingga Cara Mempersiapkan Diri untuk Menghadapinya

Dalam istilah ekonomi makro kita sering mendengar kata inflasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inflasi adalah kemerosotan nilai uang karena banyaknya dan cepatnya uang yang beredar, sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan inflasi sebagai keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Inflasi sering pula diikuti menurunnya tingkat tabungan dan atau investasi karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan hanya sedikit untuk tabungan jangka panjang.  

Dalam ilmu ekonomi modern, terdapat dua jenis inflasi yang berbeda satu sama lain, yaitu inflasi karena dorongan biaya (cost-push inflation) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull inflation).  

Untuk lebih jelasnya kita simak penjabaran inflasi di artikel ini. Apa itu inflasi?

Inflasi adalah proses meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus sehubungan dengan mekanisme pasar yang dipengaruhi banyak faktor, seperti peningkatan konsumsi masyarakat, likuiditas di pasar yang berlebih sehingga memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, hingga ketidaklancaran distribusi barang. 

Inflasi merupakan indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan inflasi dianggap terjadi apabila proses kenaikan harga berlangsung terus-menerus dan saling berpengaruh satu sama lain. Terdapat banyak cara untuk mengukur laju inflasi, namun dua cara yang paling sering digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Deflator PDB.

Faktor Penyebab Inflasi

Ada pun inflasi disebabkan oleh sejumlah faktor sebagai berikut:

1. Tarikan permintaan (demand pull inflation)

Inflasi yang disebabkan adanya permintaan atau daya tarik masyarakat yang tinggi pada suatu barang atau jasa, yang mana biasanya dipicu dari membanjirnya likuiditas di pasar, sehingga permintaan jadi tinggi dan memicu perubahan tingkat harga. Peningkatan permintaan ini menyebabkan harga faktor produksi meningkat.

2. Desakan produksi atau distribusi (cost push inflation)

Inflasi yang disebabkan oleh dorongan kenaikan biaya produksi dalam jangka waktu tertentu secara terus-menerus. Inflasi jenis ini biasanya dipengaruhi desakan biaya faktor produksi yang terus meningkat, kelangkaan produksi, dan/atau kelangkaan distribusi.

3. Inflasi campuran (mixed inflation)

Inflasi ini terjadi akibat kenaikan penawaran dan permintaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara keduanya. Misalnya, ketika permintaan pada barang/jasa A meningkat, lalu menyebabkan persediaan barang/jasa A turun sedangkan pengganti atau substitusinya terbatas atau tidak ada. Ketidakseimbangan ini akan mengakibatkan terjadinya inflasi.

Jenis-jenis Inflasi

Inflasi terbagi ke berbagai jenis tergantung dari kenaikan harga, asalnya hingga berdasarkan cakupan pengaruh tersebut terhadap harga. Berikut ini jenis-jenis inflasi berdasarkan ketiga faktor tersebut. 

1. Berdasarkan Kenaikan Harga

Berdasarkan kenaikan harga, inflasi dibagi ke dalam 4 jenis, yaitu:

Inflasi ringan: kenaikan harga di bawah 10% dalam setahun.

Inflasi sedang: kenaikan harga di antara 10% – 30% dalam setahun.

Inflasi berat: kenaikan harga di antara 30% – 100% dalam setahun

Hiperinflasi (inflasi tak terkendali): kenaikan harga di atas 100% dalam setahun.

2. Berdasarkan Asalnya

3. Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga

Dampak Inflasi

Seperti dalam definisinya, inflasi berdampak pada kenaikan suatu barang/jasa. Namun, dampak ini rupanya tidak hanya pada hal yang negatif saja tapi ada dampak positifnya dari sebuah inflasi, apa itu? Berikut ini beberapa dampak inflasi.

Inflasi dapat mempengaruhi secara positif maupun negatif terhadap pendapatan masyarakat. Misalnya saja saat terjadi inflasi lunak, maka perusahaan akan merasakan dampak positif karena terjadi perluasan produksi sehingga dapat meningkatkan perekonomian. 

Namun inflasi ini justru akan berdampak buruk terhadap para pekerja dengan pendapatan tetap, karena nilai uang yang diterima tidak berubah, sementara harga barang/jasa semakin tinggi.

Biaya ekspor akan mengalami kenaikan biaya yang tinggi saat terjadinya inflasi, hal ini tentu saja berdampak negatif untuk para pelaku ekspor. Kenaikan biaya tersebut juga akan membuat kemampuan ekspor suatu negara berkurang karena kalah saing dengan barang dari negara lainnya. Pada akhirnya, pendapatan devisa hasil ekspor pun akan berkurang. 

Pada saat inflasi terjadi, minat menabung seseorang akan semakin berkurang karena bunga yang didapatkan menjadi jauh lebih kecil, sedangkan penabung tetap harus membayar biaya administrasi tabungan yang dimiliki.

Inflasi juga akan membuat perhitungan dan penetapan harga bahan pokok menjadi lebih sulit karena bisa jadi terlalu kecil ataupun terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh prediksi persentase inflasi di masa yang akan datang tidak akurat, sehingga proses penetapan harga pokok dan harga jual menjadi tidak tepat.

Inflasi yang Menguntungkan

Tak hanya dampak negatif saja yang terjadi dari inflasi. Ternyata ada  inflasi inflasi yang secara ekonomis tergolong menguntungkan. Inflasi yang tergolong menguntungkan adalah creeping inflation, yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% per tahun. Inflasi seperti ini dibutuhkan dalam perekonomian untuk mendorong produsen agar memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Sehingga, jika dilihat secara ekonomi, akan lebih menguntungkan.

Menghitung Laju Inflasi

Menghitung laju inflasi di Indonesia umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata yang dihasilkan dari perubahan harga barang atau jasa yang dikonsumsi konsumen pada periode waktu tertentu. 

Deflator PDB yang berfungsi sebagai indeks untuk menunjukan perkembangan harga di bidang produsen, dan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) yang digunakan untuk mengukur harga yang terjadi pada perdagangan grosir.

Dari ketiga indikator tersebut, IHK menjadi cara yang paling sering digunakan untuk menghitung laju inflasi di Indonesia. Rumus dari inflasi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Laju inflasi= [(IHK periode ini-IHK periode sebelumnya) / (IHK periode sebelumnya)] x 100%

Mengatasi Inflasi

Inflasi di suatu negara bisa diatasi dengan cara mengeluarkan beberapa kebijakan dari pemerintahan suatu negara. Adapun kebijakan yang diambil untuk mengatasi inflasi di suatu negara adalah sebagai berikut:

1. Melalui Kebijakan Fiskal

Inflasi dapat diatasi dengan menggunakan kebijakan fiskal yang berarti mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dengan menghemat pengeluaran pemerintah, inflasi dapat segera teratasi atau dapat juga dengan menaikkan tarif pajak rumah tangga maupun perusahaan.

2. Melalui Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah langkah yang dilakukan untuk menjaga kestabilan moneter guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan cara membatasi jumlah uang yang beredar, menetapkan persediaan kas, menaikan suku bunga atau kebijakan diskonto, dan menerapkan kebijakan operasi pasar terbuka.

3. Kebijakan Lainnya

Selain kebijakan fiskal dan moneter, pemerintah juga bisa mengatasi inflasi dengan cara meningkatkan produksi dan jumlah barang di pasar, serta menetapkan harga maksimum untuk beberapa jenis barang.

Sejarah Inflasi di Indonesia

Di Indonesia pernah terjadi inflasi yang mengakibatkan krisis ekonomi dan keuangan yang begitu fatal. Di penghujung tahun 1950-an, Presiden Soekarno memberlakukan berbagai macam kebijakan darurat agar perekonomian Indonesia tidak sekarat.

Penyebab krisis ini sendiri tidak disebabkan oleh satu faktor, yakni terdapat berbagai macam interupsi politik dan ekonomi yang membuat Indonesia jatuh ke dalam inflasi yang begitu dalam. 

Instabilitas politik juga memperburuk krisis finansial pada saat itu. Setiap tahun kondisi moneter nasional semakin parah, tingkat inflasi semakin meroket, Terjadilah hiperinflasi yang ditandai dengan laju inflasi yang sangat tinggi pada 1961, bisa di kisaran 100 persen atau lebih. Puncaknya terjadi pada tahun 1965, dimana tingkat inflasi saat itu menembus angka 592%.

Dan pada saat itu pemerintah mengambil kebijakan pemotongan nilai mata uang rupiah atau dikenal dengan istilah sanering. Sanering adalah suatu proses pemotongan nilai mata uang yang sedang beredar di masyarakat. Sebagai contoh nyata, seperti kebijakan sanering yang pernah terjadi di bulan Agustus tahun 1959.

Saat itu, pemerintah menurunkan nilai pecahan mata uang rupiah sebesar Rp 500 dengan gambar macan menjadi Rp 50. Pemerintah kala itu juga turut menurunkan nilai pecahan Rp 1000 dengan gambar gajah menjadi sebesar Rp100.

Dampaknya, mata uang yang sudah lama ditabung menjadi tidak memiliki nilai, seluruhnya hanya tinggal 10% saja. Kerusuhan massal pun terjadi dimana-mana, khususnya karena pada saat itu tidak diberlakukannya upaya sosialisasi, sehingga informasi yang beredar tidak bisa diterima secara menyeluruh ke semua wilayah di Indonesia.

Kebijakan sanering ini terpaksa harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena adanya hiperinflasi. Saat itu, terjadi lonjakan harga barang dan begitu banyaknya uang yang beredar di masyarakat. Misalnya, di tahun 1965 ketika terjadi sanering episode ke 3, nilai inflasi mata uang rupiah saat itu menyentuh 635,5%.

Jadi pada saat itu, jika harga satu kilogram telur adalah Rp 1.500, maka ketika terjadi sanering masyarakat tidak serta merta bisa membelinya dengan harga Rp 150. Dari hal tersebut kita bisa bayangkan betapa kacaunya dampak sanering.

Akibatnya, masyarakat Indonesia pun menjadi semakin terjepit, daya turun menjadi menurun karena berbagai harga menjadi meningkat, sedangkan pendapatan masyarakat menjadi menurun karena adanya pemotongan nilai mata uang rupiah.

Akhirnya di tahun 1966, Kementerian Keuangan masa itu menginisiasi program stabilisasi ekonomi komprehensi yang bernamakan Paket Kebijakan Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi (Paket Oktober 1966) untuk menghadapi tingkat inflasi yang tinggi dan menggerakan kembali roda perekonomian, pemerintahan Indonesia. 

Terdapat empat kebijakan dari Paket Oktober 1966. 

Kebijakan ‘Dekontrol’

Perombakan sistem komando menjadi mekanisme pasar, pembekuan peran investasi asing dan dalam negeri, dan menerbitkan UU Penanaman Modal Asing / PMA (1967) serta menerbitkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri / PMDN (1968).

Kebijakan Disiplin Fiskal dan Anggaran Berimbang

Kebijakan ini menekankan penghematan belanja negara dan subsisi. Anggaran yang dikeluarkan oleh negara tidak boleh lebih besar dari pendapatannya untuk mengurangi defisit.

Kebijakan Moneter

Kebijakan ini digunakan untuk mengendalikan uang yang beredar. Semakin banyak uang yang beredar, maka nilai rupiah akan melemah. Untuk mengendalikannya, pemerintah menaikkan suku bunga bank, suku bunga kredit (rata-rata naik 6-9 persen per bulan), dan suku bunga simpanan (naik 5 persen per bulannya).

Pemulihan Neraca Pembayaran

Pemerintah memperlancar ekspor impor, sistem kurs tunggal melalui mekanisme pasar, meningkatkan arus dana masuk, dan negosiasi utang luar negeri. Setelah melakukan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, Pemerintahan Soeharto berhasil menekan tingkat inflasi dari angka 635,3 persen pada tahun 1966 menjadi 9,9 persen pada tahun 1969.

Kembangkan Dana dan Aset untuk Menghadapi Laju Inflasi

Setiap tahunnya inflasi di suatu negara pasti akan beranjak naik. Maka dari itu sejak mulai sekarang kita harus bisa mengamankan aset dan dana kita agar tidak tergerus oleh laju inflasi di setiap waktunya. Bayangkan saja, jika saat ini uang sebesar Rp 20 juta bisa membeli 1 unit motor, maka 10 tahun kemudian dengan uang tersebut tidak akan bisa membeli 1 unit motor dengan tipe yang sama. 

Maka dari itu, diperlukan persiapan sejak awal untuk menghadapi inflasi di masa yang akan datang. Salah satu solusi yang bisa kita lakukan dalam menghadapi laju inflasi adalah dengan berinvestasi atau mengembangkan danamu agar asetmu bisa terjaga di masa depan. 

Salah satu tempat atau platform terbaik dalam mengembangkan dana dan asetmu yakni di platform P2P Funding Syariah dari ALAMI. Ikuti pendanaan UMKM untuk mengembangkan danamu dan asetmu, dapatkan ujrah atau imbal hasil setara 14-16% pa. Untuk itu tunggu apa lagi, ayo segera kembangkan dana dan asetmu di ALAMI. Download aplikasinya di 

Artikel Terbaru

Penyesuaian Pemadanan NPWP ke NIK

Berdasarkan terbitnya kebijakan pajak pada PMK 136/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri...

Informasi Peningkatan Keamanan Pendanaan & Penambahan Biaya Layanan

Sebagai bagian dari upaya kami dalam meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik,...

Panduan Praktis Mendanai Nyaman dan Menguntungkan di Instrumen P2P Lending Bagi Pendana Pemula

Peer to Peer Lending (P2P Lending) dikenal sebagai salah satu instrumen investasi...

Exit mobile version