Alami Sharia | Prinsip hubungan kerja dalam Islam

Prinsip Hubungan Kerja Dalam Islam: Ini 3 Hal Paling Penting

Di dalam Quran, tidak ada keterangan yang bisa kita temukan tentang pemberian skema upah dan penentuan kontrak kerja. Apa yang tidak diatur di dalam Al-Quran berarti telah diserahkan kepada pihak-pihak yang terlibat untuk menentukan sesuai dengan keadaannya masing-masing, tergantung pada konteks waktu, tempat, pihak pemberi kerja, pihak pencari kerja, dan mungkin juga termasuk keterlibatan negara sebagai institusi yang bertugas untuk melindungi kepentingan-kepentingan rakyat. Nah, bagaimana kita bisa menentukan prinsip hubungan kerja dalam Islam?

Menurut Dr. Irfan Ul Haq, seorang professor Ekonomi Islam lulusan Ph.D dari University of California, Davis,  sebenarnya ada beberapa prinsip di dalam Quran yang bisa dijadikan pedoman dalam semua jenis hubungan antar manusia, termasuk dalam hal prinsip hubungan kerja dalam Islam, misalnya pengaturan kontrak kerja dan sistem pengupahannya.

Berangkat dari disertasinya, beliau merilis buku Economic Doctrines in Islam: A Study in the Doctrines of Islam and Their Implications for Poverty, Employment, and Economic Growth, yang diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thoughts, dengan meneliti sumber-sumber primer hukum Islam (seperti Quran dan Hadis) untuk mengambil doktrin Islami yang bisa diterapkan dalam masalah-masalah perekonomian, khususnya, pada masalah prinsip hubungan kerja dalam Islam,

Nilai Kerja Sebagai Ibadah

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyatakan bahwa “Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang, ataupun burung, melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat,” HR Imam Muslim Hadis No. 1152.

Dr. Irfan Ul Haq menarik pelajaran dari hadis tersebut bahwa pekerjaan apapun yang mendatangkan kebaikan untuk manusia dan makhluk Allah lainnya, dan ia melakukannya dalam ketentuan Islam, yaitu dengan keadilan, tanpa eksploitasi, dengan efisien, dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariat lainnya, maka akan menjadi hal yang terpuji, menjadi sumber manfaat untuk pelakunya di dunia, dan juga menjadi sumber pahala untuk kehidupan di akhirat.  

Etika & Prinsip Hubungan Kerja Dalam Islam

Beliau menulis bahwa Quran dan Hadis menekankan tiga prinsip etika yang berlaku untuk semua masalah hubungan antar manusia, termasuk sebagai etika prinsip hubungan kerja dalam Islam

Pertama, ‘adl, atau keadilan. Kedua, ihsan, atau kebaikan. Ketiga, rahmah, yang berarti rasa empati dan kepedulian.

Misalnya, di QS Al-Baqarah ayat 177, disebutkan bahwa

“…Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta, dan hamba sahaya…”

Begitu juga di QS An-Nahl ayat 90, yang berbunyi

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Sementara sebuah teks hadis yang bersumber dari salah satu sahabat Nabi, Anas r.a., berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Semua makhluk adalah keluarga Allah. Jadi, makhluk Allah yang paling disayangi Allah adalah yang berbuat baik kepada keluarga-Nya,” (H.R. Baihaqi).

Namun, untuk pembahasan spesifiknya, Dr. Irfan Haq kesulitan menemukan studi kasus pemberian upah yang mirip dengan model karyawan yang mendapatkan gaji bulanan seperti di zaman modern ini. Konsep karyawan yang mendapatkan gaji bulanan baru muncul di akhir-akhir masa hidup Rasulullah SAW, dan itupun masih sangat jarang. Kebanyakan, hadis Rasulullah SAW berbicara tentang prinsip hubungan kerja dalam Islam antara pemilik budak dan budaknya.

“Sesungguhnya budak kalian adalah saudara-saudara kalian yang telah Allah jadikan tanggungan kalian, Allah menjadikan mereka dibawah tangan kalian. Maka siapa yang saudaranya berada di tangannya, hendaklah dia memberi makan dari apa yang dia makan, dan memberi pakaian dari pakaian yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka dengan apa yang mereka tidak sanggup. Jika kalian membebani mereka dengan apa yang mereka tidak sanggup, maka bantulah mereka,” (H.R Bukhari Sahih – 2359).

Dengan asumsi, bahwa budak tersebut sudah mempunyai tempat tinggal dan masih single atau tidak mempunyai keluarga/pasangan. Hadis tersebut juga memberikan petunjuk tentang upah minimal yang harusnya dibayarkan kepada pekerja: harus mencukupi biaya kehidupan dan kebutuhan materi pokok mereka.

Selain itu, Rasulullah SAW juga menekankan pemberian materi yang sama/sepadan dengan yang kita nikmati. Oleh karena itu, panduan dari Quran dan Hadis keduanya sama-sama menekankan perlakuan yang penuh kesamarataan kepada pegawai (atau budak di zaman tersebut). Bahkan tidak jarang Rasulullah SAW juga meminta para pemilik budak untuk bertanggungjawab atas pendidikan yang diterima oleh sang budak tersebut.

Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW juga mengatakan,

“Tiga orang yang saya akan menjadi musuhnya pada hari Kiamat: orang yang berjanji dengan menyebut nama-Ku lalu dia melanggar janji, orang yang menjual orang yang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut, dan orang yang mempekerjakan orang lain, namun setelah orang tersebut bekerja dengan baik, upahnya tidak dibayarkan,” (H.R. Bukhari 2227).

Sementara dalam hadis shahih lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah SAW juga mengatakan,

“Berikanlah kepada buruh/pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”

Hadis ini muncul karena banyaknya eksploitasi yang terjadi pada kelompok masyarakat atau kelompok pekerja yang posisinya paling lemah dan yang paling rapuh terhadap eksploitasi ini, dan sebagai komitmen Islam untuk menegakkan keadilan dengan contoh yang paling konkrit, untuk memberikan keadilan sosial bahkan kepada lapis masyarakat yang paling tanpa kekuatan di struktur sosial masyarakat ketika itu.

Perbudakan di zaman tersebut adalah praktik kerja yang sudah hadir semenjak sebelum kemunculan Islam, dan sudah menjadi praktik yang mendarah daging di masyarakat Arabia ketika itu. Islam melihatnya sebagai sebuah masalah ekonomi, sosial dan moral, dan salah satu sumber eksploitasi dan perendahan manusia. Oleh karena itu, dalam menjalaninya, Islam sangat menekankan nilai keadilan, kebaikan, dan kepedulian. Selain itu, membebaskan budak juga dilihat sebagai salah satu manifestasi keimanan, dan merupakan salah satu hal yang sangat  disarankan untuk dilakukan di dalam Islam.

Selain terhadap budak, di zaman Rasulullah SAW juga ada contoh pemberian gaji terhadap mereka yang bekerja sebagai petugas administrasi di awal-awal pemerintahan, yaitu yang bertugas mengumpulkan zakat, sebagai guru dan sebagai hakim. Mereka menikmati struktur upah sebagai berikut: boleh menikah jika belum mempunyai pendamping, bisa mendapatkan rumah jika belum punya rumah, dan bisa mendapatkan pelayan jika tidak mempunyai. Mereka juga mendapatkan upah yang mencakup kebutuhan pakaian dan makanan termasuk untuk semua keluarganya.

Dari contoh tersebut, Dr. Irfan Haq mengambil kesimpulan bahwa upah minimum yang berhak untuk diberikan kepada karyawan adalah upah yang mampu menutupi semua kebutuhan dasar hidupnya secara materi (sandang, pangan, papan).

Referensi:

Haq, I.U. (1996) Economic Doctrines of Islam: A Study in the Doctrines of Islam and Their Implications for Poverty, Employment, and Economic Growth. (Paperback). Herndon, Virginia, USA: International Institute of Islamic Thought.

Sumber Foto:

Pexels.com

Unsplash.com

Yuk, lakukan hijrah finansial melalui pendanaan untuk UKM dengan prinsip syariah dan didukung proses yang nyaman, aman, dan efisien dengan teknologi. Platform peer-to-peer financing syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pemberi pendana. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik. Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

ALAMI juga telah meluncurkan ALAMI Android Mobile App. Klik link ini untuk install ALAMI Mobile App sekarang!

Artikel Terbaru

Penyesuaian Pemadanan NPWP ke NIK

Berdasarkan terbitnya kebijakan pajak pada PMK 136/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri...

Informasi Peningkatan Keamanan Pendanaan & Penambahan Biaya Layanan

Sebagai bagian dari upaya kami dalam meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik,...

Panduan Praktis Mendanai Nyaman dan Menguntungkan di Instrumen P2P Lending Bagi Pendana Pemula

Peer to Peer Lending (P2P Lending) dikenal sebagai salah satu instrumen investasi...

Exit mobile version