Ketimpangan ekonomi selalu menjadi tantangan tersendiri bagi kemajuan sebuah bangsa. Terutama di era digital seperti saat ini, seharusnya tidak ada lagi gap yang menjurang antara the haves (orang yang punya) dan the have nots (orang yang tidak punya). Sebab, kemajuan teknologi yang semakin mutakhir setiap waktunya harus dirasakan oleh semua kalangan masyarakat tanpa terganggu oleh adanya ketimpangan ekonomi. Perlu ada salah satu sistem ekonomi yang mampu mengubah situasi tersebut, salah satunya adalah ekonomi syariah.
Apalagi di saat pandemi seperti ini jurang ketimpangan semakin melebar. Bahkan dilansir dari Republika, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan penduduk di Indonesia atau biasa disebut dengan rasio gini (gini ratio) per September 2020 mencapai 0,385.
Angka ini lebih besar dari pada periode Maret 2020 atau sebelum pandemi melanda pada September 2019, yang masing masing berada di level 0,381 dan 0,380. Untuk kamu ketahui, nilai gini ratio berada pada rentang nol hingga satu. Semakin tinggi nilai gini ratio mendekati satu, artinya jurang ketimpangan semakin lebar.
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mempersempit ketimpangan ekonomi ini?
Salah satu caranya adalah diperlukan suatu sistem ekonomi yang inklusif yang dalam hal ini adalah sistem keuangan syariah sebagai jawabannya. Mantan Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo, dikutip dari Beritasatu.com, pernah mengatakan ekonomi syariah dipandang sebagai sistem yang tepat untuk mengentaskan ketimpangan ekonomi.
Sebab, sistem keuangan syariah memiliki nilai-nilai keadilan, kebersamaan dan keseimbangan dalam menggerakkan roda perekonomian. Sebenarnya, negara kita, Indonesia dengan populasi mayoritas muslim seharusnya sistem keuangan syariah lebih berkembang pesat. Bahkan akan menjadi potensi yang harus dimanfaatkan baik.
Bahkan Bank Dunia dan Islamic Development Bank pun mengakui bahwa keuangan syariah menjadi penyelamat atas ketimpangan yang terjadi. Menurut laporan dari Islamic Development Bank yang dikutip dari Republika, keuangan syariah didasarkan pada pembagian risiko dan pembiayaan berbasis aset.
Prinsip-prinsip yang diterapkan di dalam keuangan syariah dapat membantu meningkatkan stabilitas di sektor keuangan. Keuangan syariah juga berperan penting dalam meningkatkan inklusi keuangan. Sehingga masyarakat tertarik dan masuk ke dalam sistem keuangan formal.
Sebenarnya, Bank Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memiliki instrumen khusus untuk menggenjot keuangan syariah ini dengan merumuskan tiga pilar strategi keuangan dan pemberdayaan ekonomi syariah.
Pertama, pilar pemberdayaan ekonomi syariah. Pilar ini menitikberatkan pengembangan sektoral usaha syariah melalui penguatan seluruh kelompok pelaku usaha serta kalangan lembaga pendidikan Islam.
Kedua, pilar pendalaman pasar keuangan syariah. Pilar ini merefleksikan upaya peningkatan manajemen likuiditas serta pembiayaan syariah. Pilar ini mencakup sektor keuangan komersial, dan sektor keuangan sosial seperti zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf.
Ketiga, pilar penguatan riset, asesmen, dan edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi. Dengan demikian, Indonesia dapat memiliki sumber daya manusia yang andal dan peningkatan masyarakat terhadap ekonomi syariah bisa meningkat.
ALAMI hadir untuk ikut berkontribusi dalam penguatan edukasi, sosialisasi dan komunikasi tentang keuangan syariah. Sebagai bagian dari edukasi dan sosialisasi, ALAMI akan menggelar ALAMI FEST 2021 pada 16-17 April 2021 yang diisi dengan serangkaian webinar yang dapat kamu ikuti. Untuk narasumber yang akan hadir, akan ada berbagai ahli pengamat keuangan yang akan berbicara kebaikan dan nilai syariah, supaya kamu lebih paham lagi tentang aspek syariah yang universal dan bisa berguna untuk berbagai lini kehidupan. Yuk segera daftar di bit.ly/ALAMIFEST2021!
Tingkatkan Literasi Ekonomi Syariah
Meski Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, tapi pengetahuannya tentang keuangan syariah masih rendah. Saat ini indeks literasi syariah nasional masih berada di angka 8,93 persen, jauh di bawah tingkat literasi masyarakat atas keuangan konvensional yakni 37,72 persen. Angka literasi dan inklusi itu berbanding terbalik dengan industri keuangan konvensional. Menurut data OJK, literasinya tak banyak mengalami kenaikan selama 5 tahun terakhir.
Nah, untuk itu perlunya dorongan agar orang-orang banyak lebih melek lagi tentang keuangan syariah. Meski berlandaskan hukum dan syariat Islam, keuangan syariah tidak bersifat eksklusif atau khusus untuk orang yang beragama Islam saja, tapi bisa dinikmati oleh siapapun dengan latar belakang agama apa pun.
Yuk, semarakkan ekonomi syariah di Indonesia dengan berpartisipasi dalam pendanaan di ALAMI.
Klik tombol di bawah ini untuk download aplikasinya dan mulai danai hari ini!