Panduan Mengenal Deposito Syariah Lebih Dekat Sebagai Alternatif Investasimu
Powered by ALAMI Institute
Selain tabungan dan giro, produk lain dari perbankan syariah yang juga cukup populer adalah deposito.
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah atau unit usaha syariah, dan yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Kata mudharabah sendiri berasal dari kata dharaba pada kalimat al-dharb fi alardh, artinya bepergian untuk urusan dagang. Sedangkan secara bahasa, menurut Abdurrahman al-Jaziri, mudharabah berarti ungkapan pemberian harta dari seorang kepada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua, dan bila rugi akan ditanggung oleh pemilik modal.
Jadi bank syariah atau unit usaha syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan dalam kapasitasnya sebagai mudharib.
Bank syariah atau unit usaha syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, dan kemudian, bank syariah akan memberikan bagi hasil kepada pemilik dana atau pemilik deposito sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan telah ditulis dalam akad.
Selain keuntungan yang dibagikan sesuai dengan kontrak, dalam sistem ini juga terdapat risiko atas kerugian yang ada. Dalam akad ini, apabila terdapat kerugian finansial atau material, hanya pemilik modal yang menanggung kerugian tersebut. Dikarenakan, pengelola dana sudah menanggung kerugian waktu dan tenaga dari apa yang telah diusahakannya, kecuali mudharib (dalam hal ini bank sebagai pengelola dana) lalai dalam melaksanakan tugasnya.
Di dalam deposito syariah terdapat tenggang waktu dimana, tenggang waktu ini sesuai dengan kesepakatan yang ada bisa 30 hari, 60 hari dan seterusnya, perbedaan jangka waktu pada deposito ini juga dapat menimbulkan persentase nisbah yang berbeda, biasanya semakin lama tenggang waktu dari suatu deposito semakin besar juga persentase nisbah yang akan didapatkan.
Landasan Hukum Deposito Mudharabah
Akad mudharabah diperbolehkan karena memiliki tujuan untuk saling membantu antara shahibul maal (nasabah sebagai pemilik dana atau bisa juga disebut sebagai investor) dengan mudharib (bank syariah atau unit syariah sebagai pengelola dana).
Landasan Hukum Berdasarkan Quran
Berikut beberapa dalil dari Quran yang bisa dijadikan sebagai landasan diperbolehkannya mudharabah, yaitu:
1. Al-Qur’an Surat Al-Muzzammil ayat 20:
… وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙ…
“…dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah…”
2. Al-Qur’an Surat Al-Baraqah ayat 198:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ… فَاِ
“Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu…”
3. Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 1:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ … ا
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji (akad-akad) itu.…”
4. Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 29:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ…وا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu…”
Ayat-ayat diatas secara umum mengandung kebolehan akan akad mudharabah, yang secara makna mempunyai arti bekerjasama dalam mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.
Landasan Hukum Berdasarkan Hadis
Sedangkan dalil yang bersumber dari hadis Nabi antara lain:
1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
2. Hadis Nabi riwayat Thabrani
“Tuan kami ‘Abbas Ibn Abd al-Muthalib’ jika menyerahkan hartanya (kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan Abbas Ibn Abd al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya”. (HR. Ath-Tabrani)
3. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
Rukun dan Syarat Mudharabah
Rukun dan Syarat dalam akad Mudharabah adalah:
1. Adanya dua pelaku atau lebih
yaitu nasabah sebagai pemilik modal dan bank syariah atau unit usaha syariah sebagai pengelola (mudharib). Kedua belah pihak yang akan melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf (cakap hukum), maka apabila pelaku masih anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan maka akad dibatalkan.
2. Modal atau harta pokok (mal), syarat-syaratnya yakni:
– Modal atau harta pokok berbentuk uang
Mayoritas ulama memiliki pendapat bahwa modal harus berupa uang dan tidak boleh suatu barang. Mudharabah dengan barang dapat menimbulkan ketidakjelasan, karena barang pada umumnya bersifat fluktuatif. Apabila barang itu bersifat tidak fluktuatif seperti berbentuk emas atau perak batangan (tabar), para ulama berbeda pendapat.
– Jumlah dan jenisnya jelas
Jumlah modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan dibagikan antara dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati.
– Tunai
Utang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul maal (investor atau nasabah sebagai pemilik modal) tidak memberikan kontribusi apapun padahal mudharib (bank atau unit usaha syariah sebagai pengelola) telah bekerja. Para ulama melarang hal itu karena merusak sahnya akad.
– Diserahkan Sepenuhnya
Modal harus diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung.
3. Keuntungan
syarat-syaratnya yakni:
– Proporsi jelas
Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti 50%: 50%, 60%:40% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama antara mudharib dan shahibul maal. Keuntungan harus dibagi untuk kedua belah pihak sesuai kesepakatan yang sudah di setujui bersama, yaitu antara shahibul maal (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
– Break Even Point (BEP) harus jelas
Karena BEP menggunakan sistem revenue sharing dengan profit sharing berbeda. Revenue sharing adalah pembagian keuntungan yang dilakukan sebelum dipotong biaya operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan kotor atau pendapatan. Sedangkan profit sharing adalah pembagian keuntungan dilakukan setelah dipotong biaya operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan bersih.
– Ijab Qabul
Melafazkan ijab dari pemilik modal (shahibul maal), misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan qabul dari bank sebagai pengelola (mudharib).
– Nisbah Bagi Hasil Deposito Syariah
Nisbah ialah pembagian keuntungan yang telah ditetapkan pada awal terbentuknya akad dalam persentase yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yakni pada pihak bank sebagai pengelola dana (mudharib) dan pihak nasabah sebagai investor atau pemilik modal (shahibul maal). Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah, sebab aspek nisbah merupakan aspek yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi.
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan awal masing-masing pihak yang ber-akad. Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara pihak nasabah sebagai investor atau pemilik modal (shahibul maal) dengan pihak bank syariah sebagai pengelola dana (mudharib). Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, bahkan 99:1. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan.
Keuntungan Deposito Syariah:
1. Dana deposito dijamin aman
Karena hal ini sudah diatur oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS), dan layaknya deposito pada umumnya, dana nasabah sebagai investor atau pemilik modal (shahibul maal) akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
2. Bisa atur keuntungan
Karena deposito syariah nisbah bagi hasilnya berdasarkan mudharabah di mana pendapatan dari deposito syariah tidaklah tetap, melainkan berfluktuasi sesuai tingkat pendapatan dan kinerja bank syariah sebagai pengelola dana (mudharib), sedangkan deposito konvensional, keuntungan yang dihitung berdasarkan besaran suku bunga yang berlaku.
3. Uangnya halal
Karena bank syariah diharuskan mengelola deposito tersebut sesuai dengan hukum syariah, sehingga dapat dipastikan hasil dari pengelolaan dana tersebut adalah uang yang halal.
Jika kamu ingin memulai jalan hijrahmu, tak lupa untuk hijrahkan uangmu ke tempat yang lebih aman dan membawa berkah bagi kehidupanmu.
Hijrahkan uangmu ke ALAMI untuk mendanai UMKM secara syariah dan mendapat ujrah atau imbal hasil setara dengan 16% p.a.