Di awal masa kemerdekaan, kondisi ekonomi Republik Indonesia cenderung belum stabil. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Selain masih berstatus negara muda yang baru merdeka, juga belum selesainya pergolakan politik yang terjadi di dalam negeri.
Permasalahan pembentukan alat kelengkapan negara yang berlarut-larut dan masalah sosial di wilayah-wilayah Indonesia menghambat pemerintah untuk bergerak cepat membenahi perekonomian.
Agresi militer Belanda I dan II serta rongrongan pemberontakan di seluruh penjuru negeri mengakibatkan kas negara Indonesia kosong, serta pajak dan bea masuk sangat berkurang. Sehingga, pendapatan pemerintah tidak sebanding dengan pengeluaran.
Namun di saat pergolakan politik terjadi di awal masa kemerdekaan, sejumlah tokoh ekonomi Indonesia mencurahkan buah pikirannya untuk menguatkan perekonomian agar Indonesia tampil sebagai negara dengan ekonomi yang maju.
Berikut ini adalah beberapa nama begawan ekonomi yang berjasa atas buah pikirannya untuk memajukan perekonomian bangsa. Yuk, kita kenali bersama!
Tokoh Ekonomi Indonesia di Awal Masa Kemerdekaan
- Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Tokoh yang satu ini kita kenal sebagai salah satu Bapak Proklamator selain Soekarno. Bung Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Perhatian Bung Hatta terhadap ekonomi tidak lepas dari sosok ibunya yang berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi.
Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Oesaha dan aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.
Pada masa remajanya, Hatta pergi dari Minang dan melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia sejak 1919 hingga 1921. Kemudian, Hatta melanjutkan perjalanan ekonominya dengan masuk Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda pada 1921-1932. Bung Hatta yang gemar berorganisasi, kemudian bergabung dengan Perhimpunan Indonesia di Belanda. Ia lulus dalam ujian ekonomi perdagangan pada 1923.
Di Perhimpunan Indonesia, Hatta menjadi bendahara pada 1922 dan menjadi ketua pada 1925. Setahun berselang, salah satu pidatonya membuat ia semakin dikenal sebagai pemikir ekonomi.
Pada pidatonya kala itu yang berjudul “Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen” atau “Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan”, ia berbicara soal struktur ekonomi dunia berdasarkan landasan kebijakan non-kooperatif.
Pada masa ini juga, Hatta memperdalam ilmunya tentang ekonomi koperasi. Ia bahkan sampai mengunjungi Denmark untuk belajar soal koperasi. Semasa sekolahnya di Belanda, Bung Hatta aktif dalam gerakan politik dan ekonomi. Ia juga gemar menulis tentang pemikirannya tentang ekonomi.
Bahkan, saat ditahan Belanda pada masa perjuangan kemerdekaan, Bung Hatta menghabiskan waktunya dengan menulis. Ia pun menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”
Saat menjabat sebagai Wakil Presiden Pertama RI, Bung Hatta masih aktif menulis buku mengenai buah pemikirannya tentang ekonomi kerakyatan. Salah satu pikirannya yang terkenal saat ia berpidato pada 12 Juli 1951 pada peringatan Hari Kooperasi di Indonesia. Pemikirannya tentang koperasi tertuang dalam buku berjudul “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun” yang diterbitkan pada tahun 1971.
- Sjafruddin Prawiranegara
Di awal masa kemerdekaan RI, tokoh yang satu ini memimpin dan menjalankan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tahun 1948-1949.Pada saat itu, Ibukota RI di Yogyakarta telah dikuasai Belanda, sementara Presiden dan Wakil Presiden Pertama RI, Soekarno dan Mohammad Hatta ditangkap Belanda kemudian diasingkan ke Bangka.
Hingga kini ia juga sering disebut sebagai Presiden RI yang terlupakan. Padahal, di dalam perjalanan kabinet dan pemerintahan Soekarno, Sjafruddin Prawiranegara pernah menjabat beberapa peranan penting. Ia pernah menjabat sebagai menteri keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1953-1958.
Sjafruddin juga dikenal sebagai pemikir ekonomi Islam di Indonesia. Bahkan pemikirannya pernah tertuang pada sebuah artikel yang berjudul “Motif Ekonomi Diukur Menurut Hukum-Hukum Islam” di majalah Suara Partai Masyumi pada tahun 1951 (dikutip dari historia.id).
Dalam artikelnya yang lain berjudul “Hakikat Ekonomi Islam”, ia memberi gagasan bahwa ekonomi Islam bukan sekedar pengharaman unsur riba (usury). Menurut Sjafruddin, ekonomi Islam, mengajarkan tentang moral dalam kegiatan ekonomi. Hal inilah yang membedakannya dari sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan sosialisme.
- Soemitro Djojohadikusumo
Tokoh yang satu ini juga lebih dikenal sebagai Begawan Ekonomi Indonesia. Soemitro mengenyam pendidikan ekonomi dan mendapat gelar doktor dari Nederlandsche Economische Hogeschool di Rotterdam, Belanda, pada 1943.
Disertasinya yang berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie atau Kredit Rakyat di Masa Depresi menjadi salah satu buku ekonomi yang sering dicari. Selepas kuliah, Soemitro bekerja di lembaga riset Nederlandsche Economische Hogeschool lantaran kondisi perang saat itu tidak memungkinkan dirinya untuk kembali ke tanah air. Barulah pada 1946 Soemitro kembali ke Indonesia dan diamanahi menjadi staf Perdana Menteri Sutan Syahrir.
Pada masa Kabinet Natsir (1950-1951), Soemitro Djojohadikusumo diangkat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian. Selama masa jabatannya, ia memiliki pandangan lain tentang keuangan dengan Menteri Keuangan, Sjafruddin Prawiranegara.
Soemitro pun mengajukan beberapa program keuangan, seperti Rencana Urgensi Ekonomi dan Rencana Sumitro atau Plan Soemitro, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil. Pada 1950, Sumitro Djojohadikusumo menemukan sistem ekonomi Gerakan Benteng, yang bertujuan untuk melindungi para pengusaha pribumi. Ada dua kebijakan yang diterapkan dalam Gerakan Benteng, yaitu mengistimewakan importir pribumi dan memberikan kredit modal pada para penguasa yang sulit mendapat pinjaman dari bank.
Setelah tiga tahun berjalan, ada sekitar 700 perusahaan mendapat bantuan dana dari program Gerakan Benteng. Namun, dalam pelaksanaannya, diduga banyak penerima bantuan yang bertindak curang.
Para pengusaha pribumi hanya dimanfaatkan sebagai alat bagi perusahaan non-pribumi untuk bisa mendapat kredit dari pemerintah. Akibatnya, program Gerakan Benteng hanya bertahan tiga tahun dan harus diakhiri pada 1953.
- Kaharuddin Yunus
Tokoh yang satu ini adalah salah satu ilmuwan ekonomi Islam Indonesia di masa awal kemerdekaan. Kaharuddin Yunus lahir di Jorong Sarikiah, Nagari Sulit Air, Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Kaharuddin meraih gelar BA dalam ilmu dagang dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir pada tahun 1943.
Yunus telah menerima beasiswa dari Kementerian Pengajaran Pendidikan & Kebudayaan, Republik Indonesia dan terus berlanjut program Doctor of Philosophy di Universitas Amerika pada tahun 1954. Pada 1945-1946, Yunus terlibat sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Komite untuk Kemerdekaan Indonesia) cabang Timur Tengah.
Salah satu buah pemikirannya ia tuliskan dalam buku yang berjudul “Sistem Ekonomi Menurut Islam (Bersamaisme)” Jilid 1 dan 2. Sebelum karya monumentalnya tertulis dalam bahasa Indonesia, sudah lebih dahulu beliau tulis dalam bahasa Arab dan telah tersebar di berbagai dunia kala itu, beliau termasuk yang berani dalam mencurahkan pemahamannya pada mazhab ekonomi baqr al shad (Iqtisoduna) yang kala itu Indonesia masih mayoritas memiliki paham ekonomi kapitalis dan sosialis.
Itulah 4 tokoh ekonomi Indonesia di masa awal kemerdekaan dengan segala pemikirannya untuk menuju perekonomian Indonesia yang lebih baik lagi. Meski beberapa pemikiran mereka ada yang kurang yang berhasil, tetapi jasanya untuk perekonomian Indonesia masih akan diingat.
Kamu juga bisa berjasa untuk memajukan perekonomian bangsa melalui pendanaan UMKM di P2P Funding Syariah dari ALAMI. Tak sekedar ikut membangun perekonomian bangsa melalui UMKM, kamu pun sekaligus mengembangkan dana dan asetmu lebih baik lagi untuk masa depan.
Dapatkan ujrah atau imbal hasil dari pendanaan di ALAMI setara dengan 14%-16% pa. Unduh aplikasinya di